Rabu, 07 Oktober 2015

Wanted "Technopreneur Muda Siap Berkarya"



Era globalisasi telah menciptakan berbagai tantangan dan peluang baru yang harus dijawab. Tantangan  tersebut dapat berupa perkembangan teknologi informasi, komunikasi, ilmu pengetahuan, dan perekonomian. Kita mengetahui bahwa tenaga kerja asing berlomba – lomba untuk menguasai sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Mereka berusaha untuk mendapat ranah kerja di Indonesia.
Seperti yang dikutip dari TEMPO.CO, Jakarta Senin, 28 September 2015,  Petugas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Pemerintah Kabupaten Tangerang, Banten, melakukan inventarisasi tenaga kerja asing. Sebanyak 2.200 tenaga kerja asing di berbagai sektor telah terdaftar secara resmi.
Tenaga kerja Indonesia banyak kehilangan lowongan pekerjaan. Banyaknya tenaga kerja Indonesia dan asing yang masuk, serta semakin sedikitnya lowongan kerja yang tersedia menyebabkan sebuah permasalahan baru. Tenaga kerja Indonesia banyak yang mengganggur dan di PHK.
Seperti yang dikutip dari REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga mengatakan, bahwa jumlah pengusaha di Indonesia hanya sekitar 1,65 persen dari jumlah penduduk saat ini. "Kita kalah jauh dibandingkan dengan negara tetangga. Misalnya Singapura sebesar tujuh persen, Malaysia lima persen, dan Thailand empat persen," kata Puspayoga dalam acara "Penghargaan Wirausaha Muda Mandiri", Kamis (12/3).
Saat ini, Indonesia kekurangan pebisnis baru yang akan menyediakan lowongan pekerjaan baru bagi tenaga kerja lainnya. Maka dari itu, sebagai para calon penerus bangsa kita harus bisa membangun dunia bisnis Indonesia. Kita perlu belajar menciptakan peluang bisnis baru di Indonesia, sehingga kita bisa mempersiapkan diri untuk menjadikan Indonesia penguasa pasar internasional.
Ada dua jenis bisnis, yaitu entrepreneurship dan technopreneurship. Entrepreneurship adalah proses mengorganisasi dan mengelola risiko untuk sebuah bisnis baru. Technopreneurship adalah sebuah wirausaha/ inkubator bisnis berbasis teknologi, model materi ini merupakan strategi terobosan baru untuk mensiasati masalah pengangguran intelektual yang semakin meningkat.
Terdapat perbedaan antara entrepreneurship dan technopreneurship (technology entrepreneurship).  Technology entrepreneurship harus sukses pada dua tugas utama, yakni: menjamin bahwa teknologi berfungsi sesuai kebutuhan target pelanggan, dan teknologi tersebut dapat dijual dengan mendapatkan keuntungan (profit).  Sementara entrepreneurship umumnya hanya berhubungan dengan bagian yang kedua, yakni menjual dengan mendapatkan profit. Kali ini kita akan membahas tentang technopreneurship.
Perkembangan bisnis dalam bidang teknologi sebagian besar dihasilkan dari sinergi antara pemilik ide kreatif (technopreneur), yang umumnya berafiliasi dengan berbagai pusat riset (seperti Perguruan Tinggi), dengan penyedia modal yang akan digunakan dalam berbisnis. Hubungan antara tiga unsur tersebut yang kemudian mendorong berkembangnya bisnis teknologi yang ada di beberapa negara, misalnya di Sillicon Valley di Amerika Serikat, Bangalore di India, dan beberapa negara lainnya.
Di Indonesia, sinergi ketiga pihak tersebut belum terbangun dengan baik.   Pengembangan berbagai pusat inovasi dan inkubator bisnis dalam bidang teknologi di beberapa perguruan tinggi dan lembaga riset merupakan upaya yang positif untuk membangun technopreneurship di Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya dukungan dari berbagai pihak untuk mempercepat perkembangan technopreneurship di Indonesia.
Menanamkan jiwa entrepreneurship bukan perkara yang mudah, karena ini berhubungan dengan dua hal kompleks yang perlu ditanamkan, yakni kesadaran teknologi, dan semangat entrepreneurship. Dua hal ini memiliki karakteristik yang spesifik dalam masing-masing pengembangannya. Oleh karena itu, untuk membentuk ketiga hal tersebut, perlu dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu teknologi, entrepreneurship, dan tahap terakhir adalah technopreneurship.
Yang pertama tentang teknologi, untuk mendapatkan otoritas teknologi yang diakui eksistensinya diperlukan penyaluran keilmuan serta teknis rekayasa melalui proses pendidikan di universitas. Proses pendidikan hingga memiliki kompetensi yang mumpuni disebut authorization. Setelah memiliki kompetensi yang memadai, ilmu dan berbagai macam teori harus bisa dimanfaatkan, baik secara luas maupun sempit, proses ini disebut utilization. Berdasarkan sifatnya yang aplikatif, untuk dapat menjadi teknologi, ilmu-ilmu yang dipelajari harus dapat diimplementasikan  dalam bentuk karya nyata seperti rekayasa teknologi. Tahap ini disebut implementation. Lalu, teknologi yang telah dihasilkan harus dapat dikolaborasikan dengan kebutuhan yang ada, agar tepat guna dan bermanfaat secara luas sekaligus spesifik. Proses ini disebut collaboration.
Untuk mengembangkan jiwa entrepreneurship diperlukan beberapa tahapan, antara lain internalization, paradigm alteration, spirit initiation, dan competition. Internalization adalah tahapan penanaman jiwa entrepreneurship melalui konstruksi pengetahuan tentang jiwa entrepreneurial serta medan dalam usaha. Lalu paradigm alteration, yang berarti perubahan paradigma umum. Pola pikir pragmatis dan instan harus diubah dengan memberikan pemahaman bahwa unit usaha riil sangat diperlukan untuk menstimulus perkembangan perekonomian negara, dan jiwa entrepreneurship berperan penting dalam membangun usaha tersebut. Setelah pengetahuan telah terinternalisasi dan paradigma segar telah terbentuk, diperlukan sebuah inisiasi semangat untuk mengkatalisasi gerakan pembangunan unit usaha tersebut. Inisiasi ini dengan memberikan bantuan berupa modal awal yang disertai monitoring selanjutnya. Lalu, perlu digelar sebuah medan kompetisi untuk dapat mengembangkan usaha tersebut dengan baik.
Setelah memiliki kompetensi teknologi dan jiwa entrepreneurship, hal terakhir yang perlu dilakukan adalah mengintegrasikannya. Teknologi yang telah dimiliki kita kreasikan dan inovasikan untuk menyokong pengembangan unit usaha. Hal ini dapat dilakukan secara nyata dalam proses produksi (contoh: Microsoft), marketing (contoh: e-Bay), accounting, dan lain sebagainya. Kreativitas dan pemanfaatan teknologi dengan tepat adalah hal utama dalam mengembangkan jiwa technopreneurship.
Menjadi seorang technopreneur merupakan suatu hal yang tidak mudah, tetapi dengan menjadi seorang technopreneur telah membantu meringankan beban negara kita untuk mencarikan lowongan kerja bagi warga negaranya. Technopreneurship sangat menguntungkan tidak hanya bagi technopreneur, tetapi juga bagi masyarakat disekitarnya dan juga negara. Seorang technopreneur dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat, dan menghasilkan devisa tambahan bagi negara. Jadi tunggu apalagi, jadilah seorang technopreneur muda yang membanggakan bangsa Indonesia.



0 Komentar: