Era globalisasi telah
menciptakan berbagai tantangan dan peluang baru yang harus dijawab. Tantangan tersebut dapat berupa perkembangan teknologi
informasi, komunikasi, ilmu pengetahuan, dan perekonomian. Kita mengetahui
bahwa tenaga kerja asing berlomba – lomba untuk menguasai sumber daya alam
Indonesia yang melimpah. Mereka
berusaha untuk mendapat ranah kerja di Indonesia.
Seperti yang dikutip dari TEMPO.CO, Jakarta Senin, 28 September 2015, Petugas Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Pemerintah Kabupaten Tangerang,
Banten, melakukan inventarisasi tenaga kerja asing. Sebanyak 2.200 tenaga kerja
asing di berbagai sektor telah terdaftar secara resmi.
Tenaga
kerja Indonesia banyak kehilangan lowongan pekerjaan. Banyaknya tenaga kerja Indonesia
dan asing yang masuk, serta semakin sedikitnya lowongan kerja yang tersedia
menyebabkan sebuah permasalahan baru. Tenaga kerja Indonesia banyak yang
mengganggur dan di PHK.
Seperti
yang dikutip dari REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan UKM Anak
Agung Gede Ngurah Puspayoga mengatakan, bahwa jumlah pengusaha di Indonesia
hanya sekitar 1,65 persen dari jumlah penduduk saat ini. "Kita kalah jauh
dibandingkan dengan negara tetangga. Misalnya Singapura sebesar tujuh persen,
Malaysia lima persen, dan Thailand empat persen," kata Puspayoga dalam
acara "Penghargaan Wirausaha Muda Mandiri", Kamis (12/3).
Saat
ini, Indonesia kekurangan pebisnis baru yang akan menyediakan lowongan
pekerjaan baru bagi tenaga kerja lainnya. Maka dari itu, sebagai para calon
penerus bangsa kita harus bisa membangun dunia bisnis Indonesia. Kita perlu
belajar menciptakan peluang bisnis baru di Indonesia, sehingga kita bisa mempersiapkan
diri untuk menjadikan Indonesia penguasa pasar internasional.
Ada dua jenis bisnis, yaitu entrepreneurship dan technopreneurship.
Entrepreneurship adalah proses
mengorganisasi dan mengelola risiko untuk sebuah bisnis baru. Technopreneurship adalah sebuah
wirausaha/ inkubator bisnis berbasis teknologi, model materi ini merupakan
strategi terobosan baru untuk mensiasati masalah pengangguran intelektual yang
semakin meningkat.
Terdapat
perbedaan antara entrepreneurship dan technopreneurship (technology
entrepreneurship). Technology entrepreneurship harus sukses
pada dua tugas utama, yakni: menjamin bahwa teknologi berfungsi sesuai
kebutuhan target pelanggan, dan teknologi tersebut dapat dijual dengan
mendapatkan keuntungan (profit). Sementara entrepreneurship umumnya
hanya berhubungan dengan bagian yang kedua, yakni menjual dengan mendapatkan
profit. Kali ini kita akan membahas tentang technopreneurship.
Perkembangan
bisnis dalam bidang teknologi sebagian besar dihasilkan dari sinergi antara
pemilik ide kreatif (technopreneur), yang umumnya berafiliasi dengan
berbagai pusat riset (seperti Perguruan Tinggi), dengan penyedia modal yang
akan digunakan dalam berbisnis. Hubungan antara tiga unsur tersebut yang
kemudian mendorong berkembangnya bisnis teknologi yang ada di beberapa negara,
misalnya di Sillicon Valley di Amerika Serikat, Bangalore di India, dan
beberapa negara lainnya.
Di
Indonesia, sinergi ketiga pihak tersebut belum terbangun dengan baik.
Pengembangan berbagai pusat inovasi dan inkubator bisnis dalam bidang
teknologi di beberapa perguruan tinggi dan lembaga riset merupakan upaya yang
positif untuk membangun technopreneurship di Indonesia. Oleh karena
itu perlu adanya dukungan dari berbagai pihak untuk mempercepat perkembangan technopreneurship di Indonesia.
Menanamkan
jiwa entrepreneurship bukan perkara yang mudah, karena ini berhubungan dengan
dua hal kompleks yang perlu ditanamkan, yakni kesadaran teknologi, dan semangat
entrepreneurship. Dua hal ini memiliki karakteristik yang spesifik dalam
masing-masing pengembangannya. Oleh karena itu, untuk membentuk ketiga hal
tersebut, perlu dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu teknologi, entrepreneurship, dan tahap terakhir
adalah technopreneurship.
Yang
pertama tentang teknologi, untuk mendapatkan otoritas teknologi yang diakui
eksistensinya diperlukan penyaluran keilmuan serta teknis rekayasa melalui
proses pendidikan di universitas. Proses pendidikan hingga memiliki kompetensi
yang mumpuni disebut authorization. Setelah memiliki kompetensi yang
memadai, ilmu dan berbagai macam teori harus bisa dimanfaatkan, baik secara
luas maupun sempit, proses ini disebut utilization. Berdasarkan
sifatnya yang aplikatif, untuk dapat menjadi teknologi, ilmu-ilmu yang
dipelajari harus dapat diimplementasikan
dalam bentuk karya nyata seperti rekayasa teknologi. Tahap ini disebut implementation.
Lalu, teknologi yang telah dihasilkan harus dapat dikolaborasikan dengan
kebutuhan yang ada, agar tepat guna dan bermanfaat secara luas sekaligus
spesifik. Proses ini disebut collaboration.
Untuk
mengembangkan jiwa entrepreneurship diperlukan beberapa tahapan, antara lain internalization,
paradigm alteration, spirit initiation, dan competition. Internalization
adalah tahapan penanaman jiwa entrepreneurship melalui konstruksi pengetahuan
tentang jiwa entrepreneurial serta medan dalam usaha. Lalu paradigm
alteration, yang berarti perubahan paradigma umum. Pola pikir pragmatis
dan instan harus diubah dengan memberikan pemahaman bahwa unit usaha riil
sangat diperlukan untuk menstimulus perkembangan perekonomian negara, dan jiwa
entrepreneurship berperan penting dalam membangun usaha tersebut. Setelah
pengetahuan telah terinternalisasi dan paradigma segar telah terbentuk,
diperlukan sebuah inisiasi semangat untuk mengkatalisasi gerakan pembangunan
unit usaha tersebut. Inisiasi ini dengan memberikan bantuan berupa modal awal
yang disertai monitoring selanjutnya. Lalu, perlu digelar sebuah medan kompetisi
untuk dapat mengembangkan usaha tersebut dengan baik.
Setelah
memiliki kompetensi teknologi dan jiwa entrepreneurship, hal terakhir yang
perlu dilakukan adalah mengintegrasikannya. Teknologi yang telah dimiliki kita
kreasikan dan inovasikan untuk menyokong pengembangan unit usaha. Hal ini dapat
dilakukan secara nyata dalam proses produksi (contoh: Microsoft), marketing
(contoh: e-Bay), accounting, dan lain sebagainya. Kreativitas dan pemanfaatan
teknologi dengan tepat adalah hal utama dalam mengembangkan jiwa
technopreneurship.
Menjadi seorang technopreneur merupakan suatu hal yang tidak mudah, tetapi dengan menjadi seorang technopreneur telah membantu meringankan beban negara kita untuk mencarikan lowongan kerja bagi warga negaranya. Technopreneurship sangat menguntungkan tidak hanya bagi technopreneur, tetapi juga bagi masyarakat disekitarnya dan juga negara. Seorang technopreneur dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat, dan menghasilkan devisa tambahan bagi negara. Jadi tunggu apalagi, jadilah seorang technopreneur muda yang membanggakan bangsa Indonesia.
Menjadi seorang technopreneur merupakan suatu hal yang tidak mudah, tetapi dengan menjadi seorang technopreneur telah membantu meringankan beban negara kita untuk mencarikan lowongan kerja bagi warga negaranya. Technopreneurship sangat menguntungkan tidak hanya bagi technopreneur, tetapi juga bagi masyarakat disekitarnya dan juga negara. Seorang technopreneur dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat, dan menghasilkan devisa tambahan bagi negara. Jadi tunggu apalagi, jadilah seorang technopreneur muda yang membanggakan bangsa Indonesia.
0 Komentar:
Posting Komentar